Masjid adalah bagian dari tanda-tanda kebesaran Islam dan para penganutnya, dan memakmurkannya merupakan sebuah anjuran bagi semua umat muslim, namun uraian penulis kali ini, akan menceritakan tentang salah seorang pemuda Karang Panasan yang sangat ingin memakmurkan masjid dengan menjadi muaddzin, namun dia minder dan merasa malu karena sebelumnya dia tidak pernah adzan, disamping suaranya yang fals dia juga sering diolok-olok oleh masyarakat setempat.
Hingga beberapa hari yang lalu Ia menghampiri saya, "Mas, Mas hebat ya bisa adzan, suara mas juga bagus, ajarin saya adzan mas", kata dia saat saya dan para perserta KKNS lainnya pulang dari masjid usai sholat ashar berjamaah, disanjung begitu saya jadi malu sama teman-teman yang lain, sepontan saya tunjuk teman saya, "Bukan saya mas, tapi dia" "enggak, itu sampean, tadi saya tanya sama teman sampean yang cewek, ayolah ajari saya mas", hingga beberapa hari dia selalu menghampiri saya dengan tujuan yang sama, ingin belajar adzan.
Melihat dia begitu bersemangat saya bertanya kenapa dia begitu ingin belajar adzan ke saya, "Saya di suruh jadi bilal dan ta'mir masjid, saya tidak mau karena saya tidak bisa adzan dan tidak bisa jadi bilal, tapi ta'mir masjid memaksa saya, bahkan sempat memarahi saya karena sempat menolak, tapi setelah saya sowan ke salah satu Kyai saya, Beliau sangat meenganjurkan untuk jadi bilal dan ta'mir mau" jawabnya begitu panjang, akhirnya saya minta dia datang ke masjid untuk sholat berjamaah, lalu kami sama-sama belajar adzan dan menjadi bilal setelah maghrib, saya lihat senyum bahagia penuh kegembiraan di wajah lucunya "kalau nanti saya bisa adzan mas, saya akan ke masjid ini terus" ungkapnya.
Betapa indah hidup ini jika kita bisa berbagi dan membuat orang lain bahagia, terlebih saat kita bisa berbagi ilmu dan pengetahuan dengan orang awam.
"Misnadi mas", begitu dia memperkenalkan namanya, Dia adalah sosok sederhana yang cukup sukses dalam beberapa usahanya, saat ini dia memiliki 4 kariyawan yang membantu dia sebagai arsitek dan penyalur bahan-bahan bangunan, tapi dia masih tetap renda hati dan bertani seperti masyarakat desa pada umumnya. "Mas, kenapa mas masih bertani, bukankah dengan bisnis ini, mas sudah cukup bahkan lebih dari kebutuhan mas sehari-hari?" Tanyaku "iya mas, tapi kita tidak tahu dimana rejeki yang membawa berkah, saya bertani ini, siapa tahu rejeki yang berkah bagi saya ada pada jagung yang saya tanam"
Setelah itu saya hanya bisa mengagumi sosok beliau, pemuda 27 tahun yang khas dengan kacamatanya.
Pena: Mj
0 Komentar